1)
Metode Adjusted Present Value (APV)
Kerangka APV
Variasi lain dari WACC (weighted average cost of capital, atau biaya modal
rata-rata tertimbang) dalam analisis investasi adalah APV (Adujsted Present
Value). APV menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai), dengan
mengambil ide dari model struktur modal Modigliani Miller (MM). Menurut MM
dengan pajak, nilai perusahaan dengan hutang adalah nilai perusahaan 100% saham
ditambah dengan penghematan pajak dari hutang (bunga bisa dipakai sebagai
pengurang pajak).
APV dengan
demikian dihitung dengan menambahkan nilai base-case plus manfaat dari pinjaman
(financing), seperti berikut ini.
APV =Base-case
NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan karena memutuskan melakukan proyek
Base case
NPV dihitung melalui asumsi proyek dilakukan dengan menggunakan saham semuanya
(100% saham). Sumber NPV dari keputusan pendanaan (financing decision) tidak
hanya dari penghematan pajak, tetapi juga dari sumber lain, misal pinjaman yang
disubsidi oleh pemerintah.
2)
Perbandingan APV dengan WACC
Secara teoritis, analisis investasi dengan metode APV
dan WACC akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan
metode APV, dimana hanya penghematan pajak saja yang kita analisis (penghematan
lainnya seperti subsidi pinjaman dianggap tidak ada).
2.1. Analisis dengan APV
Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung
formula berikut ini.
APV = NPV
100% saham + PV penghematan pajak dari bunga = ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak ×
Hutang )
2.2. Analisis dengan WACC
Jika kita
menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya modal rata-rata tertimbang.
Pertama, kita harus menghitung biaya modal saham yang baru, yang mencerminkan
tambahan hutang. Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh MM seperti
berikut ini, kita bisa menghitung ks yang baru.
ks = ro + B
/ S (1 – tc) (ro – rb)
Net Present
Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah. NPV = (Kas tersedia untuk pemegang
saham / WACC) – Investasi
2.3. Perbandingan APV dengan WACC
Pembahasan
di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC secara teoritis menghasilkan kesimpulan
yang sama. Keduanya juga menggunakan aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh
keputusan pendanaan. Keduanya berbeda sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar
(base) kemudian ditambahkan dengan PV manfaat dari keputusan pendanaan.
Sedangkan pada WACC, pengaruh keputusan pendanaan terlihat pada tingkat
diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang). APV menghitung pengaruh keputusan
pendanaan secara langsung. Sedangkan pada WACC pengaruh keputusan pendanaan
dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.
Berikut ini
beberapa pedoman untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan dalam
situasi yang bagaimana.
1. Jika risiko proyek konstan selama
usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan biaya modal rata-rata
tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam situasi
tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita tidak
perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko
proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan
berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara
langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
2. WACC
berbicara mengenai rasio hutang, sedangkan APV berbicara mengenai tingkat
(jumlah) hutang. Jika jumlah hutang bisa diprediksi dengan baik, maka APV cukup
praktis digunakan. Jika tingkat (jumlah) hutang sulit diprediksi, maka
penggunaan APV menjadi lebih sulit. Contoh, jika rasio hutang terhadap nilai
perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan berubah-ubah, maka jumlah hutang
juga akan berubah-ubah. Jumlah hutang menjadi lebih sulit dihitung Tetapi jika
rasio hutang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.
3)
Menghitung Beta Unlevered
3.1. Tanpa Pajak
Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya
modal saham untuk perusahaan yang menggunakan 100% saham (ro). Dengan
menggunakan formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung sebagai berikut
ini.
ro = Rf + βU (Rm – Rf)
dimana βU
adalah beta perusahaan dengan 100% saham. Tetapi, biasanya perusahaan
menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan yang menggunakan saham 100%.
Formula CAPM
untuk menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya menggunakan
hutang) seperti berikut ini.
rs = Rf
+ β (Rm – Rf)
β dalam hal
ini adalah beta saham atau risiko sistematis saham (karena dihitung melalui
saham yang listing di bursa) yang dihitung melalui regresi model pasar (market
model), atau menggunakan formula β = Kovarians return pasar dengan return saham
/ Varians pasar.
Model pasar
bisa dituliskan sebagai berikut ini.
Ri = αi
+ βi (Rm) + ei
βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis
saham i. Perhatikan bahwa perusahaan biasanya menggunakan hutang sehingga βi
tersebut merupakan beta yang mengandung unsur hutang. Padahal kita menginginkan
beta 100% saham untuk menghitung biaya modal saham.
Kita bisa
melakukan penyesuaian dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta hutang sebagai
berikut ini. Beta perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap
terdiri dari beta hutang dan beta saham. Beta aset tersebut merupakan beta
rata-rata tertimbang dari setiap beta individualnya, seperti berikut ini.
βASET = (B / (B + S)) βHUTANG + (S /
(B + S)) βSAHAM
βutang
biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol.
Karena itu
persamaan di atas bisa dituliskan sebagai berikut ini.
βASET = (S / (B + S)) βSAHAM
Dengan
melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa dihitung sebagai berikut ini.
βSAHAM = βASET (1 + (hutang /
Saham))
3.2. Dengan Pajak
Dalam dunia dengan pajak, kita bisa
menggunakan formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini untuk menurunkan beta
aset (beta perusahaan dengan 100% saham).
VL = VU + tc . B = B + S
Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai
perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah
dengan PV penghematan pajak. Term yang paling kanan mengatakan bahwa nilai
perusahaan dengan hutang sama dengan nilai hutang ditambah nilai saham.
Beta aset
merupakan rata-rata tertimbang dari beta sumber dana individual. Karena
B + S = VL dan VL = VU + tc.B,
maka beta aset bisa dituliskan berikut ini.
βASET = (B / VL) βHUTANG + (S / VL) βSAHAM
atau
βASET = (VU
/ VL) βU + ((tc.B) / VL) βHUTANG
dimana βU adalah beta untuk perusahaan
unlevered (tidak menggunakan hutang).
Dengan
menyamakan di atas, maka:
(B / VL) βHUTANG + (S / VL) βSAHAM = (VU / VL)
βU + ((tc.B) / VL) βHUTANG
(S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU +
βHUTANG [ ((tc.B) – B) / VL ]
βSAHAM = (VL / S) (VU / VL) βU + βHUTANG [
((VL.tc.B) – VL.B) / (VL.S) ]
βSAHAM = (VU / S) βU + βHUTANG [ ((tc.B) – B)
/ S ]
Persamaan MM
untuk nilai perusahaan dengan hutang adalah
VL = VU + t.B.
Dengan kata
lain,
VU = VL
– t.B.
Karena
VL = B + S,
maka kita juga bisa menuliskan sebagai
berikut:
VU = B + S – t.B.
Dengan
demikian persamaan di atas bisa dituliskan kembali sebagai berikut ini.
βSAHAM = ((B + S – t.B) / S) βU +
βHUTANG [((tc.B) – B) / S]
βU.B + βU.S – βU.t.B + βHUTANG.t.B – βB.B
βSAHAM =
------------------------------------------------------
S
Persamaan di
atas bisa disederhanakan menjadi berikut ini.
βSAHAM = βU
+ βU (B / S) – βU (t.B / S) + βHUTANG (t.B / S) (B / S)
βB βSAHAM = βU + [ βU – βU.t + βHUTANG.t – βB
] (B / S)
βSAHAM = βU
+ [ (1 – t) (βU – βB) (B / S) ]
βsaham
(1 – t) (B)
(B) = βU (1
+ -----------------------
)
S
Beberapa
implikasi bisa dilihat dari persamaan di atas. Pada perusahaan dengan hutang,
(B / S) adalah positif. Karena itu term (1 – t) (B / S) akan bernilai positif.
Dengan demikian beta saham perusahaan yang menggunakan hutang lebih besar
dibandingkan dengan beta saham 100%. Hasil semacam itu masuk akal karena hutang
meningkatkan risiko perusahaan. Tetapi peningkatan beta tersebut tidak setajam
pada situasi tanpa pajak.